-->

Menyoal Tulisan Setiawan Samco di Media Sosial Facebook

CAKRAWALADESA. COM,  Oleh : Cak Sulthon Auliya, Aktivis Warung Kopi - Mas Setiawan Samco saya hanya mengenal beliau di Media sosial, belum pernah bertatap muka, apa lagi sekedar ngobrol dan pacapa (ngobrol, bhs. Madura) bersama.

Saya membaca redaksi posting opininya di gabungan Grup Facebook sejak tahun 2017. Bersyukur di Lumajang ada beberapa yg intens menuangkan ide dan gagasan literer di media sosial. Memaknai hadirnya mas setiawan adalah warna baru bagi keterbukaan literasi dan pengalaman walaupun hanya sekedar sharing tulisan. Membangun optimisme dan mengajak pembacanya sadar akan sebuah kemanfaatan. 

Dalam disiplin ilmu writer, tematik tulisan adalah kunci dari substansi sebuah redaksi. Ketertarikan pembaca tidak lepas dari tagline yg inheren di setiap bait pesan yang ingin di sampaikan penulis. 

2018 moment kontestasi Pemilihan Bupati corak sajian tulisannya berubah. Mengambil peran dan pasang badan di barisan kubu incumbent. Saya adalah salah satu orang yang berbeda dalam menentukan pilihan!

Narasi transformatif itu berubah menjadi konsistensi pembelaan dalam upaya mengcounter issue liar dan saling serang di media sosial. Sisi ilmiah dan semangat berbenah mempengaruhi pembaca mulai terkikis.

Sederhananya, semangat berbagi kemanfaatan terkooptasi oleh moment politik. Redaksinya berubah menjadi blow up branding salah satu calon, menggiring opini like and dislike. 

2020 - 2021 lagi - lagi keberpihakan warna opininya berubah, sayangnya perubahan itu hanya tentang moment, sharing kritik bertubi - tubi tidak di dasari dgn solusi praktis, hanya menganggu psikologi ketenangan pemangku kebijakan. 

Kritik itu penting dalam upaya membangun kesadaran, meningkatkan daya juang berfikir mencari solusi. Namun menyederhanakan sesuatu yg rumit dgn berbagai aspek hierarkis persoalan itu juga tidak segampang kita ngetik status pesbuk. 

Apalagi soal militansi, ketertinggalan Lumajang adalah kegelisahan bersama. Pun capaian kebaikannya adalah kebanggaan yang bukan hanya membuat senang hati stackholder saja. Ibarat sekte, nasionalisme local wisdom sesama warganya tidak akan berubah ke imananya. 

Sebagai kaca mata pembaca konfrontasi tulisan bukan hanya soal proses dialogis saja, tapi lebih kepada dampak intuisi nilai yang tersampaikan pada daya pengaruh orang-orang yang membacanya.

Skema berfikir dan psikis pembaca adalah pro dan kontra yang outputnya sebagai penilaian. Persoalannya adalah keterbatasan informasi pembaca pasti mempengaruhi nalar, keterbatasan itu berbahaya mana kala pembaca berusaha menyimpulkan segumpal bait - bait kritik dan seolah - olah sudah menelaah semua leading sectoralnya. Memanaskan keadaan, mempersempit ruang gerak, membangun pesimisme dan menuai entitas perpecahan. Saya pastikan ini Dosa Penulis!

Baiknya konsistensi ilmu pengetahuan tidak boleh di dasari keberpihakan. Benar Pram, Manusia harus adil sejak dalam Hati dan Fikirian. Dalam management rekayasa sosial dan strategi tidak selalu mengatasi masalah dgn aksi kritis. Diskusi tidak terarah petangkringan di warung kopi macak serius menganggu pikirian produktif menjadi penuh pesimis. 

Ini anya perspektif pembaca. Kalau sekelumit persoalan bisa selesai dgn duduk bersama, kenapa harus berdiri sendiri. Setidaknya meja diplomasi masih terbuka lebar bukan?

1 Response to "Menyoal Tulisan Setiawan Samco di Media Sosial Facebook"

  1. https://www.sangpendidik.com/2020/03/media-kukurong.html?showComment=1623902642586#c6831462805200832744

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel